Rabu, 18 November 2009

Toilet Training Abang Jaja




Sekitar sebulan lalu, keluarga di rumah berinisiatif untuk melakukan toilet training buat Abang Jaja. Secara usia memang sudah cukup pas karena Kak Icha juga toilet training-nya saat usia tiga tahun ini. Awalnya Abang Jaja sendiri menyambut gembira karena Jaja sudah mulai iri ingin buang air sendiri karena melihat Kak Icha. Jaja senang sekali tidak dipakaikan diapers atau lampin sekali pakai ini. Untuk buang air kecil memang Abang Jaja belum bisa menahannya sehingga sudah bisa dipastikan celananya basah selalu dan artinya cucian jadi dua kali lipat, hehehe....   Nah, kalo untuk buang air besar, Abang Jaja perlu diacungkan jempol karena sudah bisa mengatakan "mau bau" untuk mengungkapkan keinginannya buang air besar. Mungkin karena pakai acara mulas di perut jadi orang rumah juga mengerti.

Yang paling menarik di toilet training-nya Abang Jaja ini adalah masalah kesigapan. Kita harus buru-buru membawa Abang Jaja ke toilet sebelum buang air kecil/besarnya terjadi. Maklum Jaja kan belum bisa menahan lama-lama. Yang disayangkan Mamah gak bisa selalu memantau toilet training ini secara waktu Mamah lebih banyak dihabiskan di kantor. Paling hanya hari sabtu dan minggu. Kalau Mamah yang memantau, biasanya Mamah sudah memperkirakan kapan Jaja akan buang air kecil. Misalnya di pagi hari setelah bangun tidur, sekitar 30 menit setelah minum air yang banyak (Abang Jaja minumnya banyak sekali loh ) dan jika udara relatif lebih dingin. Mamah juga rajin menanyakan apakah Jaja mau buang air kecil atau tidak terutama saat Kak Icha saat itu buang air kecil. Kalau buang air besar relatif lebih mudah karena biasanya hanya sekali sehari dan Abang Jaja biasanya sekitar 30 menit sampai sejam setelah makan siang atau malam, hehehe.........

Nah, masalahnya sudah seminggu ini Jaja mogok toilet training. Gak mau sama sekali buang air kecil dan besar di toilet. Selalu di diapers/lampin. Bahkan selalu minta pakai diapers/lampin kalau gak dipakaikan bisa ngambek. Pernah waktu Jaja mau buang air kecil dengan perut mulas, Mamah buru-buru membukakan celana dan menaruhnya di kloset, Jaja langsung nangis kejer, teriak dan bilang mau baunya di diapers saja. Semuanya jadi bingung dengan perubahan ini padahalnya starting pointnya sudah bagus karena keinginan Jaja sendiri. Usut punya usut ternyata Jaja capek kalo harus jongkok di kloset, karena kloset di rumah Aek itu kloset jongkok. Kakinya pegal kalau mau buang air apalagi sambil menahan mulas di perut. Bisa dimaklumi karena Kak Icha dulu pakai kloset duduk khusus untuk anak kecil.

Hhmm.......... kayaknya perlu ke toko nih cari-cari toilet khusus buat toilet training kayak gini. Kira-kira berapa yah harganya????

Selasa, 17 November 2009

Tour de Jogjakarta and Central Java Part VIII - Pekalongan, Tegal dan Brebes





Hari senin pagi, kita semua sudah siap-siap berangkat pulang kembali ke Jakarta. Sengaja berangkat pagi sekali karena Bude Uut, sepupu Pakde Ferdi yang menempati rumah itu ada upacara pagi, maklum deh pegawai Pemkot Semarang. Namun, kita sarapan pagi dulu sama nasi pecel, sambal krecek, aneka gorengan dan opor ayam. Lumayan mengenyangkan lah buat duduk-duduk di mobil selama perjalanan.

Dari Semarang kita melewati Kendal menuju Pekalongan. Sengaja ke Pekalongan dulu buat beli batik yang banyak secara gak sempet beli banyak di Beringharjo dan Pasar Klewer Solo. Alhamdulillh, ternyata nyampe Pekalongan jam 9 pagi dan toko-toko sudah banyak yang buka. Seneng banget karena bisa milih-milih sepuasnya apalagi harganya lumayan terjangkau untuk ukuran kantong Mamah. Nah, karena batik jadi pakaian wajib di UI untuk hari jumat, Mamah jadi semakin kalap. Pas ngeliat ada baju batik untuk pasangan suami istri, jadi tambah kalap lagi. Akhirnya ngeborong deh, Mamah beli batik warna abu-abu semi sutera, batik katun jatuh warna merah, coklat gelap, dan pasangan warna campuran antara hitam dan coklat susu buat Mamah dan Papah. Sebenernya agak nyesel juga sih waktu di Beringharjo, banyak yang jual kain batik meteran yang murah meriah. Bayangin aja yang semi sutera dan agak glamour aja harga semeternya cuma 22 ribu rupiah. Sayang, saat itu perut Mamah gak mau kompromi sih, jadi gak kebeli deh.

Dari Pekalongan kita ke Tegal, kampung halaman Papah tercinta. Kita lihat laut Tegal yang biru sekali ditempa sinar matahari selama perjalanan. Sayangnya hari panas terik jadi kita juga gak mampir ke pantainya. Di kota Tegal ini kita disambut dengan sambutan khas "Tegal Laka-laka". Sebenarnya di Tegal ini banyak saudara Papah seperti Tante Dewi, hanya saja karena gak tau alamatnya ya gak mampir deh! Kota Tegal lumayan rame dan sengaja kita datang ke sini buat cari tahu Tegal yang terkenal itu. Kita beli tahu Tegalnya di jalan Adiwerna, pas di depan Bank Mandiri. Kios tahu Tegal ini adalah yang pertama kali berdiri dan yang jual chinese (pantesan enak ). Asli, yang ngantri rame banget, sekali goreng bisa lima puluh potong tahu dan selalu habis dalam sekejap. Bahkan yang ngantri buat beli tahu mentah plus acinya aja itu juga banyak loh. Maksudnya biar lebih tahan lama dan bisa digoreng di rumah. Mamah beli satu box besar isi 50 buah tahu. Satu tahunya dihargai 800 perak. Ini lumayan mahal memang tapi worthy secara tahunya tuh enak banget, gurih rasanya dan kenyal acinya juga mantebs. Bayangin aja, secara kita semua cuma terdiri dari 5 dewasa dan 2 anak-anak, itu tahu yang segambreng banyaknya langsung habis dalam sekejap, hahaha.......... asli deh enak banget! Jadi inget, dulu kalo Mamah dan Papah kangen sama tahu Tegal ini pasti mampir deh ke daerah Pancoran buat beli. Pastinya kalo Papah pulang, kita pasti bakalan sering beli tahu Tegal ini :-)

Puas makan tahu bukan berarti tidak ada slot untuk makanan lain. Kita semua langsung menuju Brebes buat makan bebek khas sana yaitu blengong. Blengong ini adalah sejenis unggas hasil persilangan antara itik dan entok. Kita semua udah ngiler secara kita semua penggemar bebek. Tapi sayang, setelah menjelajah Kota Brebes sampai ke pelosoknya tetap juga tak ditemukan rumah makan yang menjual blengong ini buka. Semuanya tutup karena masih suasana lebaran. Whoaaa........... asli sedih banget, nafsu makan mulai menurun perlahan. Akhirnya untuk menaikkan kembali kelesuan ini Pakde mengajak makan sate kambing di dekat pasar raya Brebes. Sate kambingnya empuk karena terbuat dari kambing muda dan pastinya warna satenya setelah dibakar itu bukan abu-abu kehitaman tetapi abu-abu putih. Ini karena dibakar tanpa bumbu apa-apa dan baru dikasih bumbu kecap dan irisan bawang, tomat dan cabai ketika akan disantap jadi kerasa banget kambingnya.  Satu porsi sate kambingnya isi 10 tusuk dihargai 17 ribu rupiah. Lumayan lah! Setelah itu kita mampir ke pasarnya buat beli pilus Tegal, gak tanggung-tanggung belinya satu bal gitu udah kayak mau jualan aja, hehehe...........

Meski gak banyak mampir di tempat wisata di Tegal dan Brebes, alhamdulillah masih bisa wisata kuliner meski terbatas :-)

Tour de Jogjakarta and Central Java Part VII - Ambarawa dan Bandungan





Sehari sebelum pulang, Pakde dan Bude mengajak kita jalan-jalan ke Museum Kereta Api Ambarawa. Ini spesial untuk membahagiakan Jaja yang tergila-gila dengan semua yang berbau kereta api. Maklum deh secara si Jaja itu dari kecil fanatis sama kartun Thomas The Train.

Pagi-pagi setelah sarapan kita langsung berangkat menuju Ambarawa. Gak terlalu jauh juga dari Semarang. Kita semua kira karena masih pagi sampai di Museum Kereta Api sekitar jam 9 pagi, kita bakalan bisa menikmati naik kereta uap yang hanya ada 2x sehari yaitu pagi dan sore. Tapi ternyata kita semua salah, paginya kita dengan paginya orang Jawa itu beda. Museum Kereta Api sudah penuh dan karcis untuk naik kereta uap SOLD OUT. Whoaa...... sedih banget Apalagi pas ngeliat wajahnya Jaja saat kereta uap itu meninggalkan stasiun, sepertinya Mamah rela membayar berapa pun agar Jaja bisa ada di kereta uap saat itu (hiperbolis but it's true ). 

Akhirnya kita main-main di pelataran stasiun tempat kepala lokomotif atau loko-loko kereta uap jaman baheula itu dipajang. Asyiknya museum kereta api Ambarawa ini areanya terbuka, loko-loko dan barang-barang museum lainnya ditempatkan di stasiun yang terbuka. Sepertinya lebih friendly aja .
Ada sekitar dua puluh loko dipajang dan hampir semuanya dinaikin Jaja dan kita foto-foto didalamnya. Jaja dan Kak Icha senang sekali, bergaya seolah-olah mereka Masinis Kereta Api. Puas banget rasanya main ke sini. Awalnya kita semua mau naik kereta uap putaran kedua sekitar jam tiga sore demi menyenangkan Abang Jaja. Tapi kayaknya koq waktu berjalan lambat sekali dan membuat bosan, hehehe........   
Setelah puas foto sana sini diseluruh areal museum, akhirnya capek juga yah. Apalagi udara di Ambarawa ini lumayan sejuk loh, semilir angin gunung yang sejuk ini bikin kita semua ngiler sama wedang ronde yang dijual. Secara kita semua aka Van De Zoels selama di Jogja gak pernah makan wedang ronde, akhirnya rada kalap juga menyeruput minuman hangat ini. Rasanya manteb banget. Khas banget dengan rasa jahe yang tajam ditambah beberapa bulatan moci tawar dan kacang tanah goreng bikin makin sip aja rasanya. Favorit banget deh, lebih suka yang ini daripada model sekoteng Jakarta yang rada mirip rasanya.

Dari museum Ambarawa ini kita langsung menuju Bandungan, masih di daerah Semarang. Rencananya kita mau ke Candi Gedongsongo di Desa Candi, Bandungan. Bandungan ini merupakan daerah puncak, jadi jalanan juga menanjak. Sepanjang jalan menuji Candi tentu saja pemandangannya indah sekali ala pegunungan gitu deh. Apalagi dari atas juga kelihatan pemandangan Jawa Tengah dan sekitarnya terutama Rawa Pening yang luas banget. Subhanallah keren banget. Melewati pasar Bandungan yang banyak menjual aneka makanan seperti gorengan, tahu serasi dan kupat tahu bikin kita semua ngiler cuma sayang pada males turun saking ramenya apalagi berjejer kuda-kuda tunggangan yang bikin Kak Icha dan Abang Jaja ribut pengen naik. Akhirnya kita terus menuju puncak. Tapi sayang disayang, sedikit lagi menuju puncak tempat Candi Gedongsongo, mobilnya Pakde ngadat alias gak bisa nanjak, mesinnya nolak. Jadi terpaksa kita belok lagi dan turun ke bawah, huhu... .  Sebelum turun kita sempat istirahat juga dipelataran parkir tempat bus-bus yang juga tempat jualan aneka tanaman hias. Disana kita beli cilok atau baso kukus ala Bandungan. Aci atau sagu dibentuk bulat tanpa isi dan rasanya agak sedikit pedas merica ditambah saus sambal yang ada sedikit kacangnya. Seperti makanan anak SD, hehehe....... Semuanya beli karena agak sedikit lapar kecuali Mamah karena gak nafsu lihatnya. Kak Icha dan Jaja makannya pakai kecap dan mereka suka banget ternyata, lumayan lah buat mereka mengganjal perut.
Ada hal yang menarik plus mengerikan sepanjang melewati jalur Bandungan menuju puncak Candi Gedongsongo ini. Banyak sekali vila-vila kecil alias motel bertebaran disisi kanan maupun kiri jalan. Dan selalu terpampang plang "Kamar Masih Ada". Selain itu ada juga plang-plang peringatan mengenai bahaya HIV/AIDS yang mengintai. Koq yah jadi bikin praduga macam-macam. Apalagi kata Pakde Ferdi kalo daerah Bandungan ini memang banyak areal prostitusi terselubung. Syerreemm... Apalagi pas sempat mampir ke pom bensin untuk buang air kecil, di dekat toiletnya terpasang gambar patung-patung lelaki telanjang dengan bokong di depan. Tulisannya secara jelas menyebutkan rasane beda. Whoaa......... asli deh langsung merinding. Pesannya kentara sekali, jadi takut karena langsung teringat dengan kaum Nabi Luth yang diazab oleh Allah karena perbuatannya itu. 

Pokoknya jalan-jalan kali ini menyenangkan banget deh, Kak Icha dan Jaja senang banget dan ini yang paling penting.   




Jumat, 13 November 2009

Happy 3rd Birthday Abang Jaja




Anakku Azzam Alifiandra Kosandi, selamat ulang tahun ya. Semoga Abang tambah pintar, sehat selalu, cepat besar, menjadi anak yang sholeh, anak yang selalu menjadi penyejuk jiwa Mamah dan Papah, berinisiatif tinggi, dan penuh kasih sayang. Semoga Allah selalu melimpahkan rezeki-Nya kepadamu, karunia dan berkah dalam kehidupanmu. Amin

Sun sayang selalu,
Papah, Mamah, Kak Icha